Sejarah Pendirian Planetarium
Menjadi salah satu bagian dari sejarah dunia di bidang Teknologi dan Ilmu pengetahuan di Indonesia. Terkhusus untuk bidang Astronomi merupakan pendirian planetarium dan juga observatorium yang berada di Jakarta. Digagas oleh Presiden pertama yaitu Bung Karno. Tujuan utamanya adalah supaya negara Indonesia tidak mengalami ketertinggalan pada persaingan IPTEK bidang antariksa khususnya di Astronomi yakni merupakan pengetahuan mengenai benda-benda yang ada di langit atau luar angkasa.
Bung Karno sendiri berharap kepada masyarakat Indonesia untuk tidak mempercayai takhayul yang berhubungan dengan kejadian-kejadian Astronomi. Menggunakan simulasi langit ini bisa dikatakan jika Planetarium merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk Nation Building Indonesia.
Tujuan Bung Karno mendirikan Planetarium antara lain untuk menjadikan tempat tersebut pusat pengembangan ilmu pengetahuan tentang Astronomi dan juga wisata edukasi di ibu kota. Hal tersebut dilakukan bukan karena kebetulan belaka, namun sudah menjadi rencana yang baik untuk masyarakat bisa menikmati dan mengetahui alam semesta.
Dengan amanatnya tersebut, maka dibangunlah gedung Planetarium dan Observatorium yang berlokasi di JL. Cikini raya No. 37, Jakarta Pusat, tepatnya ada di Taman Raden Saleh yang awalnya adalah sebuah kebun binatang di cikini. Namun dengan adanya sokongan dana yang diberikan oleh Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).
Peletakan tiang pertama sebagai simbol dilakukan oleh Bung Karno sendiri pada 9 September 1964 dengan berlandaskan Surat Keputusan dari Presiden Republik Indonesia No. 155 yang ditandatangani secara langsung oleh Bung Karno pada 26 Juli 1963. Yang di arsitektur oleh Perentjana Djaja, Ir. Ciputra, Ir. Ismail Sofyan dan Ir. Brasali. Yang ditugaskan untuk menjadi penanggung jawab pada pembangunan Planetarium ini adalah Henk Ngantung yang merupakan Gubernur DKI Jakarta pada saat itu dan Prof. Ir. Rooseno untuk Ketua dari Tim Pengawas Pembangunan. Pada saat pembangunan dilaksanakan selalu ada dukungan dari pakar Astronomi Institut Teknologi Bandung dan juga Observatorium Bosscha Lembang yaitu Bambang Hidayat, The Pik Sin dan lainnya.
Proyek ini dipimpin langsung oleh Santoso Nitisastro yang merupakan bagian dari Observatorium Bosscha dan dikontraktori oleh PN Nindya Karya dan PN Hutama Karya. Selain itu, pada pembangunan ini juga menggunakan kontraktor dari luar negeri yaitu VEB Invest Export Berlin RDD yang menyiapkan pemasaran alat pendingin, elektronik dan juga gambar kerja. Dan untuk kontraktor dari VEB Carl Zeiss Jena RDD sebagai pembuat dan pemasang pada proyek utama dari Planetarium, penyedia teleskop, kubah dari Planetarium, Observatorium dan pendukung lainnya.
Namun , faktanya pemabnagun Planetarium ini tidak berjalan dengan lancar karena adanya peristiwa G30S PKI sehingga GKBI tidak bisa memasok dana kembali. Dan akhirnya pada tahun 1967 pembangunan ini dilanjutkan kembali yang diperintahkan oleh Pemerintah RI, dengan sumber dana yang dialirkan langsung dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tetapi, ada beberapa fasilitas yang tidak bisa untuk didanai dengan baik. Hal tersebut bisa dilihat karena adanya pembangunan Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) yang juga bertempat di lokasi yang sama sebagai pendukung untuk pusat sains. Pada waktu itu telah disetujui untuk membangun Pusat Kebudayaan, namun nyata banyak seniman yang tidak sanggup untuk melaksanakan amanat dari Bung Karno. Sehingga akhirnya dijadikan pusat kesenian saja. Pembangunan tersebut atas dasar saran para seniman Jakarta yang saat itu tidak mempunyai tempat untuk perkumpulan. Maka terbentuklah Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang mendirikan PKJ yang juga menghuni lahan untuk pembangunan Planetarium di Jakarta.
Akhirnya Planetarium diresmikan oleh Ali Sakidin pada 10 November 1968 dan juga melangsungkan peresmian untuk PKJ-TIM. Untuk kalangan dari Ahli Astronomi, hadirnya Planetarium di Jakarta menjadi salah satu yang hanya ada se-Asia Tenggara. Pada saat itu Bung Karno berharap dengan ada nya Planetarium ini, masyarakat Indonesia bisa melebihi negara lainnya dari bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Ketua Planetarium dan Observatorium Jakarta
- Santoso Nitisastro (alm.)
(1968 – 1976) - Darsa Soekartadiredja
(1976 – 2001) - Moch. Haryadi Rekso Hadiwinoto
(2001 – 2004) - Suharyanto
(2004) - Ari Budiman
(2004 – 2006) - Irnawaty
(2006 – 2009) - Delly Indirayati
(2009 – 2011) - Bambang Pramestiadi
(2011 – 2014) - Sri Yuniarti
(2015 – sekarang)
Planetarium lain yang ada di dunia yaitu:
- Planetarium Rio de Janeiro di Brazil (19 November 1970)
- Planetarium Bogotá di Colombia (15 Desember 1968)
- Planetarium Vancouver di Kanada (26 Oktober 1968)
- Planetarium Lisbon di Portugal (20 Juli 1965)
- Planetarium Calcuta di India (29 September 1962)
- Planetarium Akashi di Jepang (8 Juni 1960)
- Planetarium Chorzów, di Polandia (4 Desember 1955)
- Planetarium Jena di Jerman Timur (18 Juli 1926)
Demikianlah sejarah dari Planetarium yang ada di Jakarta yang harus kamu ketahui sebagai sejarah.